Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Gagal sebelum berhasil adalah salah satu spirit kemerdekaan belajar

Oleh: LISZA MEGASARI

Pada hari pertama dalam sesi Belajar Live!, saya memilih topik Hari, Tanggal dan Angka 1-20. Hari dan tanggal sebenarnya merupakan topik yang mendasar bagi anak. Setiap hari di seluruh Indonesia, setiap guru di jenjang kelas berapapun, akan bertanya kepada murid. Hari apa hari ini? Tanggal berapa hari ini? Lalu, biasanya hari dan tanggal akan dituliskan di sudut kiri papan tulis kelas. 

Bagi murid tuli, hari dan tanggal adalah kosakata yang abstrak, yang tidak bisa dilihat dan disentuh. Kosakata abstrak lebih sulit diajarkan kepada murid tuli dibandingkan kosakata konkrit yang bisa dilihat dan disentuh, seperti meja, kucing atau bunga.

Dibutuhkan upaya kreatif dari guru untuk membuat murid merasakan hari dan tanggal dalam kehidupannya. Karena bila tidak kreatif, maka hari dan tanggal cenderung diajarkan lewat cara hafalan. Cara menghafal bukanlah cara yang tepat dalam mengajarkan murid pada umumnya, apalagi murid tuli. 

Dalam Metode Maternal Reflektif (MMR), yaitu metode khusus penguasaan bahasa anak tuli, tidak ada hafalan. MMR, yang merupakan metode yang berpusat pada penelitian ilmiah terhadap kondisi anak tuli, sadar betul bahwa daya ingat jangka panjang anak tuli akan lebih optimal bila mereka mengalami langsung. 

Alih-alih membuat mereka menghafal 10 alat transportasi, lebih baik ajak mereka naik kereta api, lalu latih mereka mengucapkannya. Alih-alih menghafal 10 nama hewan, lebih baik ajak seisi kelas berhenti sejenak melihat kucing melompati pagar sekolah, atau kecoa mati terjepit pintu kelas. 

Tambahkan perasaan mereka di sana. Rasa senang naik kereta api, rasa terkejut melihat kucing melompat, rasa takut pada kecoa. Lalu bimbing murid untuk “Apa yang kau pikirkan dan rasakan, begini cara mengucapkannya” Untuk mengajarkan hari dan tanggal, saya biasanya melakukannya dengan beberapa media. 

Mulai dari media kartu tempel “Nama Hari, Baju Guru & Baju murid” yang melibatkan murid menentukan hari apa hari ini lewat warna baju guru dan murid. Lewat media ini, saya juga menyelipkan pembelajaran tentang warna kepada murid. 

Ketika murid sudah menemukan hari, selanjutnya dia akan menempelkan kartu hari itu di papan “Ayo Pasang Hari Ini” yang terdapat di sudut kiri papan tulis. Selain kartu hari, papan ini juga terdiri atas kartu tanggal/ angka, kartu bulan, dan kartu tahun. Adalah hal yang sangat menarik dan menantang bila melibatkan murid mengganti kartu. 

Bukan hanya ketika mengganti kartu hari dan kartu tanggal/ angka setiap hari, tapi ketika mengganti kartu hari di setiap awal minggu (kartu Minggu kembali ke kartu Senin), kartu tanggal/ angka di setiap awal bulan (pergantian kartu 31 kembali ke kartu 1), kartu bulan di setiap awal bulan, dan kartu tahun di setiap awal tahun. 
Mata murid biasanya akan membulat, lalu dahi berkerut seakan bertanya kepada guru, “Mengapa diganti?”. Saat itulah momen yang amat pas untuk mengajaknya menuju kalender dan menunjukkan keberadaan 7 hari, 12 bulan dan/ atau pergantian tahun. Murid juga diajak mengenal konsep hari ini, besok, dan kemarin lewat papan “Ayo Pasang Hari Ini, Besok & Kemarin”. 

Ada proses pemahaman literasi dan numerasi di sini. murid tuli akan diajak untuk berpikir mengenai hari apa tanggal berapa sebelum dan sesudah hari ini. Bila sebuah hari sudah kosong di papan “Nama Hari” karena sudah ditempelkan di papan “Ayo Pasang Hari Ini”, maka murid cukup mengamati hari di atas dan di bawah kartu kosong itu. 

Begitu juga, di papan kartu tanggal/ angka. murid cukup mengamati angka di samping kanan dan kiri kartu yang kosong. Momen ini melatih kemampuan logis murid untuk mengenal bilangan lebih besar dan lebih kecil, juga urutan logis suatu bilangan. Untuk memahami angka, alih-alih meminta murid tuli untuk menghafal urutan angka 1-20, saya lebih memilih mengajak murid merasakan kegunaan angka dalam kehidupannya, yaitu lewat tanggal. 

Selain mengajarkan angka 18 dengan menghadirkan 18 benda untuk dihitung, saya juga mengajak murid merasakan kehadiran angka 18 di tanggal 18 setiap bulannya. Setiap hari, tanggal akan berganti dan murid diajak merasakan keberadaan urutan angka yang berganti setiap hari. 

Dalam memahami angka, dikenal istilah membilang dan menghitung. Membilang adalah ketika seorang anak menyebutkan urutan angka 1 – 10 dengan tepat. Sedangkan berhitung adalah ketika seorang anak menyebutkan jumlah benda. Sering terjadi miskonsepsi bahwa membilang dianggap sama dengan berhitung. 

Padahal keduanya berbeda. Pada anak mendengar, membilang bukanlah hal yang sulit. Biasanya mayoritas anak mendengar akan masuk TK/ SD dengan kemampuan membilang yang sempurna, sehingga guru dapat lanjut mengajarkan bagaimana berhitung. 

Sedangkan anak tuli biasanya masuk sekolah tanpa kemampuan membilang yang baik. Padahal membilang adalah prasyarat dari menghitung. Kita tidak bisa menghitung 5+3 bila tidak berurutan membilang/ menyebutkan nama bilangan satu- dua hingga delapan, bukan? 

Saya biasanya melatih kemampuan membilang ini dengan menggunakan kartu “Angka & Nama Bilangan”. Berdasarkan konsep Komunikasi Total (Komtal) pada pembelajaran bahasa anak tuli (Bicara, Menulis, Membaca, Berisyarat, Mendengar/

Posting Komentar untuk "Gagal sebelum berhasil adalah salah satu spirit kemerdekaan belajar"